Jakarta_Harian-RI.com
Saat ini terjadi berbagai kasus peredaran obat kesehatan dan kecantikan yang meresahkan masyarakat karena mudah didapat secara bebas dan mengancam keselamatan pengguna. Peredaran obat-obatan tersebut tidak semestinya terjadi dan sangat mendesak untuk ditertibkan oleh pemerintah yang berwenang, baik menteri, wali kota, bupati beserta aparat kepolisian, agar tidak menimbulkan korban jiwa maupun cacat permanen bagi penggunanya,” jelas Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H., Pakar Hukum Internasional dan Ekonomi, saat menjawab pertanyaan para pemimpin redaksi media cetak dan online di markas pusat Partai Oposisi Merdeka di Jakarta, 15 Oktober 2025, via telepon WhatsApp.
Dari penelusuran tim wartawan diketahui bahwa sebuah toko kosmetik yang berlokasi di Jl. Krendang Tengah, Kelurahan Krendang, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, terpantau kamera awak media diduga kuat menjual obat-obatan keras tanpa izin resmi. Aktivitas ilegal ini membuat warga sekitar resah, terutama karena lokasinya sangat dekat dengan tempat ibadah.
Obat keras jenis golongan G seperti Tramadol dan Eximer seharusnya hanya dijual di apotek resmi yang sudah mengantongi izin edar, dan pembeliannya pun harus di bawah pengawasan medis. “Kegiatan ini sangat mengganggu tempat ibadah, seolah tidak dihormati karena di sebelahnya ada aktivitas yang melanggar hukum,” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat yang enggan disebutkan namanya.
Warga berharap aparat penegak hukum segera menindak tegas toko tersebut, mengingat dampak negatif peredaran obat keras tanpa izin dapat merusak generasi muda dan mengganggu ketertiban masyarakat. Pantauan awak media di lokasi menunjukkan bahwa toko tersebut tampak seperti penjual kosmetik pada umumnya. Namun berdasarkan informasi warga dan temuan di lapangan, toko ini juga menjual obat keras golongan G yang seharusnya hanya bisa diperoleh dengan resep dokter.
Menurut salah satu warga setempat yang tidak disebutkan namanya di media ini, “Toko ini memang berkamuflase sebagai toko kosmetik, namun kebanyakan remaja yang membeli di sana justru membeli obat-obatan seperti Tramadol. Diduga, pemilik toko berinisial ARM,” ujarnya.
Tindakan seperti ini jelas melanggar hukum dan dapat dijerat sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 106 ayat (1):
“Sediaan farmasi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.”
Dan Pasal 196 menyatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Selain itu, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 63 ayat (1) juga menegaskan:
“Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau memberikan obat keras tanpa resep dokter.”
Di sisi lain, warga sekitar mengaku khawatir peredaran obat keras tanpa resep dokter tersebut dapat membahayakan generasi muda dan mengganggu ketertiban lingkungan. Mereka juga berharap adanya pengawasan rutin dari aparat dan instansi terkait agar praktik penjualan obat ilegal tidak kembali terjadi di wilayah mereka.
Warga kembali menegaskan harapan agar aparat penegak hukum segera menindak tegas toko tersebut, mengingat dampak negatif peredaran obat keras tanpa izin dapat merusak generasi muda dan ketertiban masyarakat. Mereka juga meminta pihak kepolisian serta instansi terkait menindaklanjuti temuan ini demi menjaga keamanan dan mencegah peredaran obat-obatan berbahaya tanpa izin resmi.
Pamungkasnya, untuk mengatasi kasus peredaran obat dan alat kecantikan ilegal ini, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H. menegaskan bahwa langkah terakhir hanya tinggal menunggu perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menugaskan para menteri bersama Kapolri menertibkan apotek dan toko obat di seluruh daerah, baik kota maupun kabupaten se-Indonesia.
“Selama ini belum pernah dilakukan razia penertiban terhadap obat-obatan terlarang di seluruh apotek dan toko obat. Razia perlu diperketat dan dilakukan oleh Kadinkes, bekerja sama dengan bupati, wali kota, kapolres, dandim, serta detasemen polisi militer di setiap daerah,” tandas Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.H., M.H., Pakar Hukum Internasional dan Ekonomi, mengakhiri keterangannya.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar