Batam_Harian-RI.com
Papa lagi saya bawa ke dokter pak, tadi pagi ngeluh diare. Urutan ke 9, sekarang sudah urutan yang ke 3. Ujar Yuda (48) putra bungsu Dahnoer Joesoef (85). (baca Dahnur Yusuf).
Rencana pagi itu aku hendak silaturahmi menjenguk Haji Danoer di kediamannya, sudah janjian.
Selesai juhur saja lah pak datangnya tulis Yuda lagi. Setelah pulang dari dokter tadi papa tertidur. Tak enak pulak membangunkannya.
Iya tak apa kataku last ferry aku pulang ke Batam koq jawabku.
Pak Haji Dahnoer Joesoef salah seorang pengusaha sukses di Tanjung Pinang. Memanggilnya tak terdengar huruf H nya.
Kukenal nama pak Dahnoer sejak awal melangkah ke bumi segantang lada ini. Yaitu awal tahun tujuh puluhan.
Dari Medan naik kapal Tampomas ketika itu turun di perairan Tanjung Pinang. Dari tempat kapal berlabuh kita diantar dengan kapal kecil lagi ke dermaga.
Tak jauh dari Pelabuhan itu terletak sebuah masjid. Yang kini bernama masjid Agung Al Hikmah. Persis disebelah Selatan masjid itu rumah kediaman Pak Dahnoer. Tangga masjid berseberangan dengan tangga rumahnya, di belah jalan Bintan no.2.
Arah ke atas dari masjid ke jalan Kamboja berdiri sebuah panti Asuhan yang di kelola oleh ormas Muhammadiyah. Salah satu pengurus Muhammadiyahnya adalah Pak Dahnoer.
Aku acap tidur di panti itu, terkadang makan dan tidur bersama mereka. Jadi nama nama tokoh Muhammadiyah dan penyantun panti itu acap disebut dan terdengar.
Selepas Juhur kumasuki rumah pak Dahnoer. Ruang tamu itu terlihat bersih tersusun rapi teratur, dan sepi. Beberapa jambangan bunga dari kulit kerang warna warni diatas meja.
Sebentar ya pak teriak Yuda dari dalam kamar. Iya sahutku, sembari duduk diatas sofa ruang tamu itu.
Masuk kekamar saja pak ujar Yuda lagi. Kumelangka ke kamar yang cukup besar itu. Pak Dahnoer duduk di kursi roda. Dia tersenyum, diulurkannya tangannya kuraih kami bersalaman. Awalnya aku segan pula mau menyalaminya terlebih dahulu, maklum lagi musim covid.
Wajahnya bersih agak gemukan dikit. Sehingga tak terlihat banyak kerutan dipipinya. Sebagian gigi depannya sudah ompong.
Duduk dekat papa saja pak, agak kuat sedikit bicaranya. Pendengaran papa agak kurang ujar Yuda lagi yang mendamping kami dikamar itu.
Kulihat ada bubur dalam mangkok dimeja kecil tempat ku duduk rupanya pak Dahnoer sedang makan.
Sebenarnya aku hanya ingin melihat dan berkunjung sekejap saja. Entah mengapa belakangan ini aku teringin sekali nak bertemu dengannya.
Tapi cerita kami tak habis habis sambung menyambung. Apalagi menyangkut tentang Muhammadiyah.
Pria tinggi besar ini datang ke Tanjung Pinang tahun 1955. Mata uang yang berlaku disini dollar.
Hasil jual speda di Payakumbuh sampai sini duitku tinggal 4 dollar. Kenang salah seorang pengusaha sukses di Tanjung Pinang ini.
Ceritanya terhenti seakan mengingat sesuatu kulihat air matanya berlinang dan bibirnya bergetar.
Dulu pun aku acap tidur dirumah pak Haji Bachtiar Djamal Datuk Sinaro yang rumahnya dekat kuburan Kerkop itu kataku padanya.
Beralih lagi pembicaraan kami. Datuk Sinaro duluan datang kesini dari pada saya. Datuk Sinaro pegawai Departemen agama. Beliau juga salah seorang pengurus Muhammadiyah.
Kembali lagi bibirnya bergetar dan matanya berlinang saat kukabari isteri pak Datuk Sinaro baru meninggal dalam usia 91 tahun. Terbata bata Pak Dahnoer mengucapkan Innalillahi wa Inna ilaihi rojium.
Pemilik Hotel Sampurna group ini, menamatkan Sekolah SMEA nya di sekolah swasta Pembangunan yang didirikannya. Papa itu tamat sekolah dari SMEA Pembangunan. Sekolah itu kini berkembang menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Satu perguruan tinggi di Tanjung Pinang.
Satu wilayah kesatuan republik Indonesia yang punya mata uang tersendiri ya wilayah Riau.
Sejarah mencatat wilayah ini awal kemerdekaan masih menjadi satu dengan wilayah ke Sultanan Johor Riau Lingga. Hingga tahun 1963 mata uang yang saat itu satu dollar selinai hampir 15 rupiah dihapus.
Belum ada dokumen yang diperlukan antara Tanjung Pinang dengan Singapura dan Malaysia. Masjid Al Hikmah ini dibangun oleh pedagang asal India dari Singapura.
Terlihat dari bentuk menara masjid itu runcing memanjang keatas seperti bentuk menara masjid di komunitas India berada.
Sudah tiga kali aku salaman pamit mau pulang kembali ke Batam. Sudah berdiri duduk kembali. Nyambung cerita lagi.
Terima kasih ucap pak Dahnoer berulang ulang pula atas
kedatanganku mengunjunginya.
Sudah lama kawan tak datang kemari katanya lagi.
Hampir setiap petang jadwalnya dibawa keliling oleh supir mengitari kota dan ketempat yang mana disukai. Kata Yuda yang sengaja menemani papanya di rumah yang cukup besar itu.
Enam orang anaknya semua berada di kota lain masing masing dengan keluarganya.
Sejak sang isteri meninggal dunia beberapa tahun lalu. Sesekali anak cucunya yang lain mengunjunginya.
InsyaAllah saya datang lagi pak. Tak habis habis cerita kami tetutama yang menyangkut kegiatannya di organisasi Muhammadiyah.
Semoga umur panjang ada waktu kita bertemu lagi pak Dahnoer Joesoef.
Sehat selalu dan berkah. (Nursalim Turatea)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar