Aceh_Harian-RI.com
Cut Alifa Beutarina Putri, awalnya hanya duduk diam di tenda pengungsian. Sejak Siklon Tropis Senyar 2025 melanda Aceh, sekolahnya rusak dan hari-harinya dihabiskan tanpa aktivitas selain membantu orang tua membersihkan sisa lumpur. Namun sore itu, wajahnya berubah ceria ketika sebuah mobil berhenti di dekat posko dan menggelar buku-buku bacaan sederhana.
“Kalau ada kakak-kakak datang, saya senang dan tidak takut lagi,” katanya pelan.
"Saya mau sekolah lagi biar dapat piala.. " tambahnya bersemangat.
Dampak Siklon Tropis Senyar tidak hanya merusak rumah dan fasilitas umum, tetapi juga meninggalkan luka psikososial pada anak-anak. Banyak dari mereka mengalami ketakutan, kecemasan, dan kehilangan semangat belajar akibat terhentinya aktivitas sekolah dan rutinitas sehari-hari.
Melihat kondisi tersebut, Program SAHABAT (Support Anak dengan Healing dan Aksi Belajar untuk Tangguh Bencana) hadir di sejumlah lokasi pengungsian dan sekolah terdampak yang tersebar di Kabupaten Pidie Jaya, Bireuen, dan Aceh Tamiang. Program ini mengintegrasikan pembelajaran darurat, dukungan psikososial anak, serta layanan perpustakaan keliling yang didukung oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Hingga akhir pelaksanaan tahap tanggap darurat, sebanyak 1.260 anak telah menerima manfaat langsung dari Program SAHABAT melalui berbagai kegiatan belajar, membaca, bermain edukatif, dan pendampingan psikososial di lokasi pengungsian dan sekolah terdampak.
Menurut Dr. Rina Suryani Oktari, penggagas Program SAHABAT, pemulihan anak pascabencana tidak cukup hanya dengan membangun kembali gedung sekolah.
“Anak-anak membutuhkan ruang aman, aktivitas bermakna, dan kehadiran orang dewasa yang peduli. Dari situlah rasa aman dan semangat mereka perlahan tumbuh kembali,” ujarnya.
Di Posko Blang Panjo, Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen, kegiatan SAHABAT telah berlangsung lebih dari tiga pekan melalui mobil SAHABAT keliling. Setiap kali mobil datang, anak-anak langsung berlarian menghampiri. Bahkan ketika mobil harus berbalik arah, mereka masih melambaikan tangan dengan wajah gembira.
“Walaupun kegiatannya sudah selesai, anak-anak masih senang sekali. Mereka ikut sampai mobil berangkat,” cerita Ruliani, S.Pd., M.Pd., salah satu dosen pendamping program.
Ibu-ibu di pengungsian pun menyampaikan harapan sederhana.
“Sering-seringlah datang ke sini lagi. Kasihan anak-anak kami, tidak ada kegiatan selain bersih-bersih,” ujar seorang ibu sambil memperhatikan anaknya yang asyik membaca buku.
Antusiasme serupa bahkan lebih terasa di posko-posko yang jarang didatangi, seperti di wilayah Cot Ara (Kecamatan Kuta Blang, Bireuen) dan kawasan pengungsian terdalam lainnya. Begitu tim SAHABAT datang, anak-anak langsung berlari menghampiri, berebut buku bacaan, dan duduk rapi mengikuti kegiatan belajar sederhana.
“Sebelumnya anak-anak cuma duduk saja di pengungsian. Tapi saat ada buku, mereka langsung lari-lari, pengen baca,” tambah Ruliani.
Para ibu pun ikut duduk di dalam tenda pengungsian, mendengarkan kegiatan sambil memperhatikan anak-anak mereka belajar. Suasana sederhana itu menjadi pengingat bahwa kehadiran, perhatian, dan aktivitas kecil yang bermakna memiliki arti besar dalam proses pemulihan anak pascabencana.
Program mobil SAHABAT keliling ini merupakan bagian dari Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Tanggap Darurat Bencana yang dilaksanakan oleh Universitas Syiah Kuala, didukung oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Program ini diketuai oleh Dr. Rina Suryani Oktari, S.Kep., M.Si., FRSPH, dengan judul “Program SAHABAT: Pendidikan Darurat, Kesiapsiagaan, Pendampingan Psikososial, dan Logistik Bergizi bagi Anak di Wilayah Terdampak Siklon Tropis Senyar Tahun 2025 di Provinsi Aceh.”
Program SAHABAT diharapkan dapat menjadi model pemulihan pendidikan dan psikososial anak yang lebih manusiawi dan berkelanjutan, serta menjadi rujukan dalam penanganan dampak bencana berbasis anak di wilayah rawan iklim ekstrem seperti Aceh.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar