
Banda Aceh_Harian-RI.com
Kota Lhokseumawe resmi ditetapkan sebagai lokasi pembangunan Onshore Receiving Facility (ORF) untuk pengolahan minyak dan gas dari Blok Andaman, tepatnya Sumur Tangkulo 1. Keputusan ini diumumkan dalam rapat koordinasi di Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, yang dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan sektor energi nasional dan daerah.
Penetapan ini menandai langkah strategis dalam memperkuat peran Aceh dalam rantai industri migas nasional, sekaligus membuka jalan bagi peningkatan investasi, penciptaan lapangan kerja, dan penguatan infrastruktur di wilayah utara provinsi Aceh.
Hadir dalam rapat tersebut Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Presiden Direktur Mubadala Energy Indonesia Abdulla Bu Ali, Wali Kota Lhokseumawe Sayuti Abubakar, serta pejabat dari SKK Migas, Kementerian ESDM, BPMA, perwakilan Harbour Energy, dan pihak terkait lainnya. Kepala SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi, Azhari Idris -tokoh migas asal Aceh- juga turut hadir memberikan masukan.
Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abubakar, menyambut baik penetapan ini dan menekankan pentingnya memastikan keterlibatan maksimal masyarakat lokal dalam proyek ORF, baik pada masa konstruksi maupun saat operasional penuh nanti.
“Kami berharap paling tidak 80 persen tenaga kerja permanen yang akan mengoperasikan ORF berasal dari Lhokseumawe atau Aceh secara umum. Mereka perlu dipersiapkan sejak awal melalui pelatihan teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Pembiayaan pelatihan ini kami dorong agar ditanggung oleh kontraktor dan disetujui oleh SKK Migas,” kata Sayuti.
Ia menggaris bawahi bahwa pelibatan tenaga kerja lokal bukan hanya soal penyerapan ekonomi, tetapi juga strategi sosial untuk menciptakan rasa memiliki terhadap proyek. Sebagai contoh, ia merujuk pada Blok A di Aceh Timur, di mana pemuda-pemuda lokal dikirim ke Cepu untuk pelatihan sebelum dipekerjakan secara permanen di Medco.
Tak hanya pada posisi inti, Sayuti juga mendorong pelibatan masyarakat sekitar dalam posisi pendukung seperti keamanan, katering, kebersihan, hingga tenaga outsourcing lainnya. Untuk menjamin transparansi dan keadilan dalam proses rekrutmen, ia meminta agar Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja (DPMTSP & NAKER) Lhokseumawe dilibatkan secara langsung.
Sebagai bentuk kesiapan, Pemko Lhokseumawe telah merancang program pelatihan keterampilan kerja sektor migas yang akan dibiayai melalui APBK. Upaya ini bertujuan untuk memperkuat daya saing tenaga kerja lokal agar siap masuk ke dalam industri energi.
Dari sisi pelaksanaan proyek, Wali Kota juga mendorong keterlibatan kontraktor lokal dan BUMD, khususnya PT Pembangunan Lhokseumawe (PTPL), dalam proses Engineering, Procurement, and Construction (EPC). Ia meyakini bahwa sinergi dengan badan usaha daerah dapat memperkuat ekonomi lokal sekaligus mendukung kelancaran proyek di lapangan.
Lebih jauh, Sayuti juga menyoroti pentingnya pengelolaan Participating Interest (PI) secara adil agar daerah memperoleh manfaat jangka panjang dari sumber daya alam yang dikelola, sebagaimana diatur dalam regulasi Kementerian ESDM.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur Mubadala Energy Indonesia, Abdulla Bu Ali, menyampaikan apresiasi atas dukungan dan inisiatif dari pemerintah daerah.
“Kami menyambut baik semangat kolaborasi yang ditunjukkan oleh Pemerintah Aceh dan Kota Lhokseumawe. Mubadala siap bekerja sama untuk memastikan proyek berjalan lancar dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat,” ujarnya.
Dukungan serupa juga datang dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang menegaskan pentingnya pengelolaan industri migas secara bertanggung jawab, aman, dan memberi dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat Aceh.
Selain sebagai pusat ORF, Lhokseumawe juga tengah dipertimbangkan sebagai lokasi shorebase untuk mendukung logistik proyek-proyek migas lepas pantai di wilayah utara. Jika hal ini terealisasi, maka posisi Lhokseumawe sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis energi di Aceh akan semakin kokoh. (Andy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar